Legal Standing BSI Dipersoalkan, Kuasa Hukum RUSLAN Soroti Implikasi Merger Perbankan

Banyuwangi.mediabangsa.net// Sidang lanjutan perkara perdata antara Ruslan Abdul Gani melawan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) terkait sengketa aset kembali digelar di ruang sidang utama Pengadilan Agama Banyuwangi. Persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Drs. Akhmad Khoiron, M.Hum., belum masuk pada pembahasan pokok perkara lantaran masih dalam tahapan mediasi. Selasa, (15/4/2025).
Ruslan hadir bersama kuasa hukum dari LKBH UNTAG Banyuwangi, Saleh, S.H., dan Andy Najmus Saqib, S.H. Sementara dari pihak BSI, hanya diwakili Legal Officer Region VIII Surabaya, Rendik Eka Purnama. Karena sejumlah pihak tergugat lain tidak hadir, sidang ditunda dan dijadwalkan ulang pada 29 April 2025.
Usai persidangan, mediasi kedua digelar di ruang mediasi yang dipimpin Juhairina Izzatul Lailiyah, S.H.I. Beberapa pihak yang sebelumnya absen akhirnya hadir, seperti Notaris Rosyidah Dzeiban dan Rendik Pambudi Sundwiraharjo dari PT BSI Area Jember. Namun, Turut Tergugat I bernama Karyono masih belum diketahui keberadaannya.
Menurut mediator, berdasarkan keterangan Ketua RT dan warga di alamat yang tercantum dalam dokumen resmi, tidak ada yang mengenal nama tersebut. Sementara pihak BSI mengaku sempat berkomunikasi lewat WhatsApp, namun Karyono berdalih belum menerima panggilan pengadilan.
Ketidakhadiran Karyono menjadi sorotan tajam dari kuasa hukum penggugat. "Namanya tercantum dalam Risalah Lelang, bahkan pernah hadir di sidang Pengadilan Negeri. Aneh kalau sekarang tiba-tiba hilang jejak," tegas Saleh.
Ia juga menyoroti absennya dua instansi krusial—KPKNL Jember dan Kantor BPN Banyuwangi—yang dinilai sangat berpengaruh terhadap validitas proses mediasi. Tanpa kehadiran mereka, menurutnya, upaya damai berpotensi sia-sia.
Saleh turut mengkritisi nilai lelang aset yang dianggap jauh di bawah harga pasar. "Taksasi tahun 2013 saja sudah Rp600–700 juta. Dengan estimasi kenaikan 15% per tahun, seharusnya jauh lebih tinggi sekarang. Tapi dilelang hanya sekitar Rp260 juta—ini janggal," ujarnya.
Selain itu, ia mempertanyakan adanya “tunggakan margin” senilai Rp100 juta yang disebut dalam surat dari BSI, namun belum pernah dijelaskan secara rinci. Ia juga meragukan legal standing BSI dalam perkara ini, mengingat perjanjian kredit awal dibuat dengan Bank Syariah Mandiri (BSM), bukan BSI.
"BSI adalah entitas baru hasil merger sejak 1 Februari 2021. Lalu, siapa yang sebenarnya sah secara hukum? Ini penting dalam menilai keabsahan proses lelang dan eksekusi," ucap Saleh.
Notaris Rosyidah memberi klarifikasi bahwa dalam hukum korporasi, hasil merger tetap mewarisi hak dan kewajiban entitas sebelumnya. “Kalau semua debitur dianggap lepas setelah merger, bagaimana dengan status perbankannya? Tentu tetap melekat,” jelasnya.
Namun, Saleh tetap bersikeras bahwa proses lelang tidak dijalankan dengan prinsip kehati-hatian. Ia bahkan mengaku sudah berkonsultasi dengan Dewan Pengawas Ikatan Notaris Indonesia (INI) Jawa Timur dan akademisi hukum dari Unair untuk memperkuat dasar gugatan.
"Kalau perlu, kami akan hadirkan pakar hukum ekonomi syariah di sidang pokok perkara," tandasnya.
Menutup sesi, mediator menyatakan bahwa mediasi kali ini lebih menyerupai diskusi terbuka ketimbang upaya penyelesaian formal. Dengan belum tercapainya titik temu dan masih banyak pihak yang absen, ia menyatakan mediasi tidak berhasil dan akan melaporkannya kepada majelis hakim. Proses hukum pun akan berlanjut ke persidangan berikutnya.
(Idam)